Setelah Malaysia mencoba untuk merebut blok ambalat, kini Negera tetangga kita ini mengusik kita lagi. Mereka seakan tak pernah lelah membuat Indonesia kesal. Kini malaysia memulai lagi kebiasaannya dengan nengklaim (lagi) bahwa tari pendet (asal Bali) adalah budaya mereka. Kita dibuat kaget dengan pemberitaan tari pendet atau tarian selamat datang asal Bali dipakai Malaysia untuk iklan Visit Malaysia 2009.
Seakan Malaysia mengambil kesempatan diantara celah jargon antara Indonesia–Malaysia adalah “Saudara Serumpun” yang terus hidup berdampingan. Malaysia yang selalu menyatakan jargon tersebut masih saja senang mengusik ketenangan Indonesia.
Sudah terlalu banyak kebudayaan Indonesia yang diakui milik Malaysia, mulai dari reog ponorogo, lagu Rasa Sayange asal Ambon, lagu Es Lilin asli Sunda, keris, angklung, dan batik telah diklaim milik Malaysia. Sungguh menyedihkan klaim tari pendet ini karena klaim Malaysia bertepatan dengan momentum formal kenegaraan yaitu perayaan ulang tahun ke-64 Indonesia, dimana Indonesia mengelu-elukan kejayaan negerinya.
Klaim Malysia terhadap tari pendet asal Bali bukanlah kelalain pemerintah dalam menjaga budayanya. Ini sudah masuk kategori pelecehan dan penghinaan Malaysia terhadap Indonesia, karena hal serupa sudah terjadi berulang-ulang kali sehingga unsur penghinaannya terlalu kuat terhadap Indonesia. Kita lihat lagi, betapa Malaysia melecehkan Indonesia dengan penyiksaan TKI hingga meninggal dunia. Malaysia memandang Indonesia adalah anak kecil yang tidak bisa apa-apa ketika mainannya diambil, hanya bisa menangis tanpa bisa melakukan perlawanan yang berarti.
Tari pendet yang sejak dulu ditampilkan di depan para tamu-tamu istimewa kerajaan hingga pada era kepresidenan ditampilkan untuk menyambut tamu besar dari Negara lain, tiba-tiba muncul di salah satu stasiun televisi Malaysia dan diklaim adalah miliknya. Sudah sewajar kita marah dengan tingkah Malaysia. Pemerintah harus melakukan diplomasi untuk mendapatkan klarifikasi mengapa Malaysia senang sekali mengklaim budaya asli Indonesia.
Indonesia jangan takut meski Malaysia cukup kuat dan tangguh untuk kita taklukan. Meski selam ini kita selalu saja tak berdaya saat TKI disiksa dan Ambalat diganggu. Untuk menghancurkan Indoensia, Malaysia tidak harus angkat senjata dengan personil tentara besar, cukup turunkan Noordin M Top, bangunan dan nyawa pun pasti berjatuhan.
Kita masih ingat jargon Bung Karno, ”Ganyang Malaysia!” Hal itu adalah luapan amarah Bung Karno untuk menggertak Malaysia agar tidak main-main dengan Indonesia. Memang jargon itu cenderung provokatif, tetapi terkadang provokatif terhadap Malaysia untuk saat ini diperlukan agar negara ini memiliki kewibawaan.
Jika sudah menyangkut harga diri Indonesia tidak perlu takut jika Malaysia mau membekukan semua perjanjian masalah TKI dengan Indonesia. Faktanya, TKI kita memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Malaysia. Demi harga diri bangsa ini, kita harus selalu siap dengan segala resikonya ketika Malaysia memainkan isu TKI.
Dalam kasus klaim ini, Indonesia tidak boleh diam seperti kasus sebelumnya. Jangan ada kompromi saat melakukan diplomasi dengan Malaysia, Indonesia harus lebih menekan Malaysia agar sadar dengan klaimnya selama ini. Karena itu sudah jelas-jelas pelecehan terhadap Republik ini. Dengan menekan Malaysia, mereka diharapkan bisa bersikap jujur atas klaimnya selama ini. Selain itu, Malaysia juga bersedia minta maaf pada Indonesia atas kecerobohannya selama ini yang selalu mengklaim budaya hasil Indonesia.
Indonesia adalah Negara yang kuat dan cukup kuat untuk melakukan perlawanan terhadap Malaysia. Kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang mempunyai banyak kemampuan dan kelebihan. Masih pantaskah bangsa yang besar dan kuat ini terus dilecehkan dan dihina? Kita tidak perlu takut jika Malaysia mencari kambing hitam dengan persoalan TKI untuk dijadikan alat bargaining dengan Indonesia.
Sudah waktunya Indonesia mendongakan kepala dan mengambil tindakan yang tegas terhadap Malaysia. Atas nama pribadi dan harga diri sebuah bangsa harus memberikan reaksi keras. Kita ingin bangsa ini mempunyai kewibawaan yang besar ketika menghadapi bangsa-bangsa lain.
Selayaknya kita mencontoh Filipina dalam ketegasannya menghadapi permasalahan yang mengusik ketenangan negaranya. Filipina yang jauh lebih kecil dibawah kita berani melawan Singapura tatkala tenaga kerjanya (Flor Comtemplacio) dihukum gantung di Singapura. Filipina berani mengusir dan memutus hubungan diplomatik dengan Singapura. Jika Singapura sebuah Negara kecil bisa mengambil keputusan yang berat dan berani menanggung resiko, mengapa Indonesia sebagai Negara besar dan kuat tidak berani bersikap?
Sudah terlalu banyak contoh bahwa Indonesia Negara tidak terlalu kuat dalam menghadapi ancaman-ancaman asing. Semua dikarenakan Indonesia terlalu kompromistis, sehingga Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat tidak bisa memerankan sebagai bangsa besar sesuai kapasitasnya
Memang dalam membangun hubungan antar Negara, kompromistis itu dibutuhkan dan itu adalah cara yang terbaik dalam membangun hubungan. Tapi jika sudah menyangkut pelecehan dan demi memepertahankan harga diri bangsa sifat kompromistis selayaknya ditinggalkan untuk sementara. Sikap yang harus kita tunjukkan adalah melawan, agar bangsa lain tahu bahwa Indonesia Negara yang besar dan memiliki pertahanan yang kuat.
Oleh; Ajiez Mulya
0 komentar:
Posting Komentar