Sabtu, 24 Oktober 2009

Sudut Pandang

0 komentar
Berpikir merupakan aktivitas rutin dan kerja otak yang dominant dalam kehidupan manusia sebagai mahluk beridentitas, berdedikasi, bernilai dan ber-ber yang lainnya. Aktivitas berpikir kemudian mampu mengejawantahkan hal-hal penting yang kemudian disebut sebagai proposisi, ide, gagasan, alternative dan teori.

Dari sudut dan sisi yang lain, aktivitas berpikir kemudian mengeramkan tanggapan, kritik dan evaluasi yang semua mencoba untuk memberikan penilaian pada masterpiece otak yang kemudian kita menyebutkannya sebagai interaksi lancar antara berbagai buah pikiran. Proses internalisasi kemudian berkembang menjadi dialektika horizontal antara individu dengan individu yang lain, serta ruang siklus antara thinking and action.

Berfikir lahir sebagai semangat untuk menghasilkan alternative, gagasan atau wacana meskipun untuk diteruskan masih harus bersifat mentah terlebih dahulu. Karena kelayakan pemikiran emnya mampu menyesuaikan dengan realitas social, tempat dimana pemikiran itu akan menghiasi. Disinilah kemudian dibenarkan adanya pembatasan pada raskalisme, liberalisme dan kebebasan berfikir. Disinilah kemudian arti penting sebuah sudut pandang pemikiran mendapat justufikasi untuk dijelaskan sebelum pemikiran itu lahir. Meskipun pada dasarnya kebebasan itu adalah anugrah paling qodrat pada proses berfikir manusia, namun kebebasan itu terbatasi oleh dampak, pengaruh dan hubungan pemikiran terbesebut dengan konteks dimana pemikiran itu dilahirkan pemikiran dengan sendirinya juga harus senantiasa khop dan berbanding lumis dengan sejauh mana keyakinan seseorang pada kemampuan pemikirannya sebagai hasil dari aktivitas berfikir, kritikan juga diakui sebagai buah yang juga mampu untuk memberikan kontribusi ilmiyah sebagai tanggapan terhadap apresiasi sebuah pemikiran. Kritikan merupakan usaha untuk memperbaiki, menimbah, membenahi atau bahkan dalam tatanan mapannya, merevolusi objek didepannya, baik membuat suatu gagasan atau menyusun sistematika kritikan, usaha yang tidak kalah penting adalah merumuskan sudut pandang sebagai pijakan dan dasar dari dua hasil pemikiran tersebut. Pemikiran layak lahir untuk digunakan dalam salah satu system social, maka juga dilahirkan dengan kiblat yang jelas dalam suatu sudut pandang. Sekalipun kebenaran akan tetap sebagai kebenaran pernak-pernik sudut pandangnya, tapi kebenaran dalam salah satu system, tetaplah seharusnya lahir, dan salah satu sudut pandang yang tidak dapat dipungkiri sebagai landasan pengukuran layak dan tidaknya pemikiran itu diimplementasikan. Sudut pandang suatu pemikiran sama signifikannya dengan konsistensi peng-ide terhadap idenya. Namun sebaiknya konsistensi itu diiyakan dengan fanatisme meskipun jika berlebih-lebihan, teteplah akan memicu keterpurukan pada konflik antar prinsip. Disinilah yang kemudian menghasilakan apa yang diistilahkan P. Samuel, P. Hungtinton sebagai clash of cwilitation.

Pemikiran yang sudah diyakini akan menjadi suatu kepercayaan. Kepercayaan yang sudah diyakini akan menjadi suatu prinsip. Dan prinsip inilah yang kemudian dianggap mampu berpikir, mengukir mengarahkan bahkan mendekte perilaku seseorang hak, sebagaimana didefinisikan Abu A’la Al-Mandudi dengan “anugrah yang bersifat koterati yang tidak ditambah dan dikurangi”. Untuk mengutarakan pemikiran selayaknya tetap mempertimbangkan kewajiban mengakui keterbatasan, menghargai kelebihan dan mengembalikan semua tentang perasaan pada kesadaran intuitif masing-masing individu manusia.

Pada akhirnya, selain merumuskan sudut pandang yang jelas menghargai keterbatasan hak oleh kewajiban merasa mempunyai kekurangan juga tidaklah salah jika ikut dimasukkan dalam khazanah keinginan untuk memperbaiki. Terkadang merasa bebas melahirkan perilaku tidak terkontrol, mersa terikat melahirkan keengganan ini, keseimbangan antara hak dan kewajiban sangatlah menyenagkan. Keserasian antara kelebihan dan menghargai kekurangan sangat indah. Sudah saatnya kita untuk sedikit banyak menganggap benar statetment Ibnu Taimiyah “kebebasan seseorang terbatas pada kebebasan pada kebebasan orang lain”.


Oleh; Ibnoe Jazuli Senior, S.Pd.I
Pembina KOPI

0 komentar:

Posting Komentar